Kana News

Jauh di Mata, Dekat di Berita

Momentum September Hitam, Mengenang Luka yang Belum Sembuh

Bagikan :

Oleh IRFAN S.H

September kembali datang, membawa angin yang berubah arah, tetapi juga ingatan kolektif bangsa tentang luka yang belum sembuh.

Bulan ini selalu terasa berbeda-seperti sebuah kalender yang penuh coretan merah darah dan tinta air mata, September Hitam, ia begitu dikenal dengan Sebuah momentum yang mengingatkan kita, bahwa sejarah bangsa ini pernah ditandai dengan tragedi kemanusiaan yang hingga kini belum tuntas terurai.

Setiap kali September hadir, perbincangan tentang hak asasi manusia kembali mencuat. Bukan karena kita ingin mengorek luka lama, melainkan karena luka itu sendiri belum pernah dijahit oleh keadilan.

Kasus demi kasus pelanggaran HAM berat masih tergeletak di meja negara, seakan menunggu giliran yang tak pernah datang. Sementara itu, keluarga korban terus menanti dengan sabar yang terkikis oleh waktu. September Hitam adalah simbol perlawanan, pengingat bahwa ada ruang kosong dalam perjalanan bangsa yang tidak boleh ditutupi kabut lupa.

Tragedi-tragedi yang terjadi, dari hilangnya nyawa manusia hingga lenyapnya rasa aman rakyat, seharusnya menjadi alarm keras bagi kita semua. Bahwa tanpa penghormatan terhadap martabat manusia, bangsa ini hanya berjalan di tempat-bahkan berpotensi jatuh ke jurang yang sama.

Memperingati September Hitam seharusnya tidak berhenti pada upacara simbolik atau wacana akademis yang kering. la harus dihidupkan kembali sebagai energi perlawanan terhadap ketidakadilan yang masih menjelma dalam wajah baru. Penindasan bisa berganti bentuk, tapi esensinya tetap sama: melanggar hak manusia untuk hidup bermartabat.

Di sinilah peran generasi hari ini diuji. Kita ditantang untuk menolak lupa, menjaga agar sejarah tidak dikubur oleh kepentingan politik yang ingin mencuci tangan. Menolak lupa bukan sekadar slogan, tetapi sikap: berani bersuara, berani bertanya, dan berani menuntut pertanggungjawaban. Tanpa itu semua, korban hanya akan tinggal sebagai angka, dan tragedi hanya akan menjadi catatan kaki di buku sejarah.

September Hitam juga harus menjadi ruang refleksi personal. Apakah kita sudah cukup peka melihat ketidakadilan di sekitar?

Apakah kita sudah ikut menjaga kemanusiaan dalam skala kecil dari rumah, sekolah, kampus, hingga ruang publik?

Sebab, pelanggaran HAM besar selalu berawal dari pembiaran kecil yang kita anggap sepele. Pada akhirnya, September Hitam adalah pengingat bahwa bangsa ini masih berutang pada kemanusiaan. Utang itu hanya bisa dibayar dengan keberanian negara menghadirkan keadilan, serta keberanian rakyat menjaga ingatan.

Jika kita membiarkan sejarah ini dilupakan, sama artinya kita merelakan luka itu terus terbuka. Tetapi jika kita menolak lupa, maka setiap September tidak lagi sekadar perayaan duka, melainkan api yang menyala untuk memperjuangkan masa depan yang lebih adil dan manusiawi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *