Oleh: Muhammad Ibrahim (Pemerhati Pendidikan, Pengabdian, Pemberdayaan)
Tulisan ini saya beri judul “Senyum Lebah”, di maksudkan bahwa lebah adalah inspirasi hidup yang semuanya dijalani dengan berbagai simbol kebahagiaan.
Q.S. N-Nahl: 68-69
*Tuhanmu mengilhamkan kepada lebah, “68. Buatlah sarang di gunung-gunung, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia,
69. kemudian makanlah dari segala (macam) buah-buahan lalu tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).” Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berpikir.*
Surah an-Naḥl merupakan surah yang ke-16 dalam susunan mushaf Al-Qur’an. Surah ini terdiri dari 128 ayat dan diturunkan di Makkah. Naḥl adalah nama sati suatu jenis binatang tertentu, yakni lebah, dengan sifat dan cirinya yang khas, dan memberikan banyak manfaat dan kenikmatan pada manusia.
Menurut hemat penulis, ada beberapa perilaku lebah sebagai karakter khasnya yang perlu diteladani, khususnya *ANGGOTA DEWAN* dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari yang erat kaitannya dengan profesi mereka.
Pertama, lebah itu berdisiplin tinggi, misalnya soal makanan. Lebah tidak sembarangan, hanya sari bunga saja yang di makannya. Mereka tidak pernah hinggap ditumpukan sampah atau kotoran. Berbeda dengan tikus, kecoa, semut, lalat, dan kawan-kawan yang senang bergerombol di tempat-tempat menjijikkan lalu menyebarkan lagi kotoran pada tempat-tempat yang bersih dan makanan yang terbuka, tikus cs pembawa virus malapetaka. Tetapi, sepertinya bagi sebagian manusia menjadi hal yang teramat sulit untuk mencontoh sifat lebah ini. Misalnya seorang manusia yang sudah dinobatkan sebagai wakil rakyat, ada yang rela bergelimang noda di tempat-tempat “kotor” (seperti beberapa anggota dewan di tanah air), lantas menginjakkan lagi kakinya di tempat bersih dan duduk di kursi dewan yang terhormat. Persis seperti tikus, nyamuk, kecoa, lalat, dan semut.
Kedua, lebah tidak egois yang cenderung mementingkan diri sendiri. Mereka sangat kompak dan solidaritas dijunjung tinggi. Kepentingan merupakan prioritas. Kalau salah satu personel mereka yang teraniaya atau diserang mereka akan bersama-sama balik menyerang. Ini merupakan prinsip hidup berjamaah bagi manusia Bukan sebatas kumpulan orang-orang yang hanya mau bersatu berdasarkan kepentingan sesaat saja.
Ketiga, lebah tidak pernah merusak. Lebah bukan komunitas massa yang selalu bikin kerusuhan. Tak seekor pun dari mereka mulai dari sang ratu hingga prajuritnya yang menjadi provokator, lalu memprovokasi sesamanya supaya berbuat anarkis. “We are not a fighter, we are a lover” demikian semboyan hidupnya.
Lihat saja, biarpun lebah hinggap di ranting, bahkan di puncak bunga sekalipun, tak akan merontokkan sesuatu. Sebaliknya, kaki-kaki halusnya menginjak bunga itu justru bermanfaat untuk mengawinkan putik bunga dengan sarinya.
Bukti ketidakmampuan sebagian manusia meneladani sifat lebah antara lain, peristiwa menghebohkan yang biasanya mewarnai arena sidang-sidang para wakil rakyat. Adegan adu mulut yang ujung ujungnya menjadi adu jotos antara sesama wakil rakyat menjadi hal yang dianggap wajar. Bagaimana mungkin mereka yang diharapkan memakai semboyan “We are not a fighter, we are a lover” justru bertindak sebaliknya, bersikap brutal mengobok-obok kehormatan sendiri dengan perilaku memalukan.
Keempat, lebah tidak pernah menyengat kalau mereka tidak diusik lebih dulu. Adalah pantangan bagi mereka jadi biang keonaran, perpecahan, dan permusuhan. Tetapi bila gangguan dari luar menyerang, maka merekapun siap dengan senjata sengatannya menyakitkan. Karakter ini sangat sesuai dengan prinsip “musuh jangan dicari, ketemu jangan lari”.
Sebagai anggota dewan merupakan sebuah perjuangan yang mempertaruhkan nama baik, moralitas, kredibilitas, dan nurani. Betapa tidak, di tengah sentimen negatif terhadap kiprah lembaga legislatif yang berpengaruh kepada citra dan kepercayaan masyarakat terhadap wakilnya, maka seorang anggota dewan harus mampu menampilkan sosok terbaiknya yang memenuhi hal-hal yang positif tersebut. Masyarakat harus kembali diyakinkan bahwa para wakilnya mampu dan mau berbuat yang terbaik untuk rakyat sebagai pilar tegaknya demokrasi kerakyatan yang selalu mengawasi kebijakan-kebijakan pemerintah dan tidak ragu untuk menyuarakan penyimpangan yang terjadi demi kebaikan bersama. Semua itu, demi terselenggaranya tatanan pemerintahan yang peka terhadap kehendak rakyat.