Luwu, kananews.net – Baru-baru ini warga kabupaten luwu dan kabupaten Enrekang dihebohkan dengan bencana banjir dan longsor, akibat kejadian itu Muhammad Al Amien selaku Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Selatan (Sulsel) menuturkan kepada awak media, terjadinya bencana banjir bandang dan longsor di Kabupaten Luwu dikarenakan tutupan hutan di Gunung Latimojong menurun signifikan. Hal tersebut dipicu massifnya aktifitas tambang emas di wilayah Latimojong.
“Kalau kita melihat sumber bencananya di daerah kawasan pegunungan Latimojong, Kawasan ini sebenarnya berada di dua kabupaten, Luwu dan Enrekang, maka sudah dipastikan pusat tragedinya berada di pegunungan Latimojong, sementara di daerah lainnya seperti Wajo dan Sidrap itu hanya dampak dari pusat bencana di Latimojong.”
Lebih lanjut Amien mengungkapkan dari kajian yang dilakukan Walhi Sulsel, daya dukung dan daya tampung air gunung Latimojong mulai menurun signifikan, kemudian diperparah adanya penurunan tutupan hutan.
Menurutnya, hal tersebut membuat kabupaten Luwu sering dilanda banjir dan tanah longsor.
“Dari kajian yang kami lakukan memang dari 3 tahun terakhir daya dukung dan daya tampung Latimojong mulai menurun signifikan, seraya dengan penurunan tutupan lahan di pegunungan tersebut, khususnya di Kabupaten Luwu. Makanya setiap wilayah itu dilanda intensitas hujan tinggi terjadi banjir dan longsor, kemudian daerah Wajo dan Sidrap juga terkena dampaknya,” jelasnya.
Muhammad Al Amien selaku Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia menjelaskan ini disebabkan menurunnya tutupan hutan di Latimojong dipicu karena massifnya aktivitas tambang emas legal maupun ilegal di wilayah tersebut. Menurutnya, 70% pembukaan lahan dikarenakan aktivitas tambang emas, sementara 30% pembukaan lahan untuk perkebunan masyarakat sekitar.
“Nah kita lihat ada dua kegiatan di sana, pertama adalah pertambangan dan kegiatan perkebunan masyarakat. Tapi kalau persentasenya hampir 70% pembukaan lahan di Luwu itu kegiatan pertambangan, karena 3 tahun terakhir kami catat kegiatan pertambangan baik ilegal maupun non legal yang dilakukan di Kabupaten Luwu secara massif, dan pertambangan itu adalah pertambangan emas yah. 30% itu pembukaan lahan perkebunan masyarakat,” sambungnya.
Amien menjelaskan, aktivitas pertambangan yang dilakukan di wilayah Latimojong membawa dampak kerusakan lingkungan yang signifikan. Pasalnya, pembukaan lahan hingga pengerukan dinding sungai membuat air meluap hingga menyebabkan banjir bandang.
“Kegiatan itu (tambang emas) mengeruk tebing-tebing sampai kemudian mengeruk dinding sungai, itu menyebabkan luapan air sungai semakin deras kala musim hujan. Saya kira itulah penyebab utamanya.
Amien pun menyarankan, Pemprov Sulsel maupun Pemkab Luwu wajib membuat peta daerah rawan bencana. Kemudian, dia juga mendesak segera memulihkan bentang alam yang ada di Gunung Latimojong.
“Pemprov maupun Pemda Luwu wajib membuat peta daerah rawan bencana yang detail dan terperinci, kemudian mensosialisasikannya secara luas, ini agar masyarakat bisa waspada dan memitigasi dirinya secara mandiri, sehingga tidak menimbulkan korban jiwa. Selanjutnya memulihkan bentang alam pegunungan Latimojong, khususnya memulihkan tutupan lahan hutannya,” jelas Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia itu. (*)