Oleh: Farizah Atiqah (Mahasiswa UIN Alauddin Makassar Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini)
kananews.net – Masyarakat kembali dikejutkan oleh keputusan terkait kenaikan tarif ojek online atau biasa kita sebut ojol. Dilansir dari sindonews.com, tarif ojek online (Ojol) dikatakan mengalami kenaikan mulai Senin, 29 Agustus 2022.
Hal tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan (KM) Nomor 564 Tahun 2022 Tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi. Aturan itu diteken pada 4 Agustus 2022.
Dikatakan juga bahwa kenaikan tarif ojol ini masih diterapkan sistem zonasi yang diberlakukan di 3 zonasi. Seperti yang disampaikan oleh Hendro Sugiatno selaku direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan pada Minggu (28/8/2022).
“Kami telah melakukan evaluasi batas tarif terbaru yang berlaku bagi ojek online. Selain itu sistem zonasi masih berlaku 3 zonasi” ujarnya.
Tarif ini awalnya akan diberlakukan pada 15 Agustus 2022. Tetapi karena dibutuhkan masa sosialisasi yang lebih panjang akhirnya diundur ke tanggal 29-30 Agustus 2022. Berita terbaru, Kemenhub akhirnya batal menerapkan kenaikan tarif ojol ini setelah mempertimbangkan situasi dan kondisi yang ada di masyarakat. Faktor lain yaitu kenaikan tarif minimum dan tarif per kilometer di 3 zonasi tersebut dinilai terlalu tinggi bagi konsumen.
Kira-kira bagaimana pandangan masyarakat apabila kebijakan ini diterapkan. Diketahui kenaikan tarif ojol hingga kini masih jadi bahan perbincangan. Kenaikan tarif ojol yang cukup tinggi ini akan berdampak besar membebani pengguna dan menurunkan omset UMKM yang mengandalkan penjualan online, misalnya ojol food dan lainnya.
Hal ini dikhawatirkan akan menggerus minat masyarakat menengah ke bawah untuk menggunakan transportasi umum dan beralih ke kendaraan pribadi.
Pakar ekonomi Universitas Airlangga, Rumayya Batubara berpendapat, kenaikan tarif ojol 30-50% bisa membuat masyarakat meninggalkan transprotasi ini. Berdasarkan riset yang telah dilakukan, sekiranya ada 53,3% dari 1000 koresponden memilih akan menggunakan moda transportasi umum lain atau pribadi jika tarif ojol naik.
“Dari 1.000 konsumen yang kita riset, sebanyak 53,3% responden menyatakan akan balik menggunakan kendaraan pribadi,” ujarnya dalam diskusi Polemik Trijaya FM dengan topik ‘Mencari Titik Tengah Polemik Kenaikan Tarif Ojek Online’ yang dipantau oleh Warta Ekonomi secara virtual di Jakarta, Sabtu (27/8/2022).
Sementara 57% responden mengaku akan memilih untuk mengurangi pengeluaran mereka dalam konsumsi demi bisa memotong pengeluaran (msn.com).
Hal ini akan memicu munculnya masalah baru seperti kemacetan, beban masyarakat bertambah untuk membeli BBM, ganti oli, servis dan sebagainya. Apalagi di kondisi sekarang semuanya serba mahal. Siapa yang diuntungkan dengan kenaikan ini? Jelas driver tidak mendapat keuntungan sebanyak perusahaan.
Yang pasti, jumlah pengguna yang berkurang akan mempengaruhi secara langsung pendapatan driver, bahkan bisa berdampak kehilangan pekerjaan. Makin banyaknya masyarakat yang berprofesi sebagai driver ojol dan makin besarnya penggunaan ojol baik untuk transportasi maupun untuk distribusi produk telah membuat kapitalis pemilik perusahaan ojol ‘semaunya’ terus menaikkan tarif.
Sementara negara hanya menjadi stempel melegalkan kerakusan kaum kapitalis. Lagi dan lagi kita harus menyadari bahwa ideologi kapitalisme dengan asas sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) menjadi awal mula abainya rezim negeri terhadap urusan rakyat.
Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan akan melahirkan paham kapitalistik yang menganggap transportasi hanyalah sebuah industri yang menghasilkan keuntungan materi. Akibatnya, kepemilikan fasilitas umum dikuasai oleh korporasi. Secara otomatis fasilitas umum mempunyai fungsi bisnis untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya, bukan fungsi pelayanan.
Padahal fungsi asas dari fasilitas umum itu sendiri yaitu pelayanannya dalam menjamin kenyamanan serta kesejahteraan masyarakat. Tidak mengherankan, negara kita menganut ideologi kapitalis yang hanya memfokuskan pada keuntungan materi yang akan didapat. Pada akhirnya pelayanan publik ini hanya akan melayani para korporasi maupun investor yang dinilai akan lebih membawa keuntungan bagi negara.
Islam adalah satu-satunya solusi bagi semua persoalan kehidupan manusia. Tak terkecuali persoalan transportasi publik. Melihat kembali lembaran-lembaran sejarah peradaban islam terdahulu, para Khalifah bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya sehingga akses setiap orang terhadap transportasi publik gratis dan terjamin.
Mulai dari infrastruktur, moda transportasi dan pengemudinya. Bahkan untuk kepentingan ini digunakan teknologi terkini dan terus diriset demi terwujudnya transportasi publik yang tak sekedar ada dan gratis, namun berkualitas terbaik.
Islam menganggap bahwa transportasi merupakan hajat dasar keberlangsungan kehidupan setiap individu, baik yang bersifat rutin maupun insidental. Karena itu tidak diperkenankan untuk menganggap remeh dan berlaku semena-mena terhadap transportasi publik ini.
Ketiadaannya pun akan berakibat penderitaan yang tentunya diharamkan dalam Islam. Negara dalam Islam bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya menjamin akses setiap individu publik terhadap transportasi publik murah/gratis namun aman dan nyaman.
Sungguh luar biasa apabila aturan Islam diterapkan saat ini. Kezoliman rezim akan dihapuskan dan setiap individu akan diperlakukan sebagaimana seharusnya sehingga tidak ada lagi keresahan serta kecemasan yang dirasakan masyarakat. Semoga Rahmat Allah segera turun dan aturan Islam dapat diterapkan di seluruh penjuru dunia. Aamiin ya robbal ‘Aalamiin. (*)