kananews.net – Aksi Islamofoia kembali terjadi di Negara India bagian Kartanaka yang merujuk pada larangan hijab bagi kaum muslim. Gadis muslim yang menggunakan hijab dilarang masuk kelas di beberapa sekolah di India bagian Kartanaka, India Selatan, di Kolkata (Republika.co.id).
Dilansir dari Suara.com Peristiwa ini terjadi pada bulan lalu dimana sebuah sekolah menengah khusus perempuan yang dikelola pemerintah di kota Udupi melarang siswi muslim berhijab masuk ruang kelas. Setelah beberapa pekan berikutnya sekolah yang mulai menerapkan larangan penggunaan hijab di sekolah semakin bertambah.
Para siswa dan siswi muslim mengatakan jika hak-hak mereka sudah dirampas. Pelarangan hijab ini memicu sejumlah pelajar muslim melakukan unjuk rasa untuk protes larangan muslim berhijab masuk kelas di beberapa sekolah (Republika.co.id). “Apa yang kita lihat adalah bentuk apartheid agama. Keputusan itu diskriminatif dan secara tidak proporsional mpemengaruhi perempuan Muslim” Kata AH Almas, seorang pelajar beruia 18 tahun yang sudah mengikuti protes selama beberapa pekan.
Kericuhanpun terjadi setelah sekelompok siswa dengan selendang saffron yang biasanya dipakai oleh umat Hindu memadati ruang kelas untuk menunjukkan dukungan mereka terhadap larangan penggunaan hijab di sekolah mereka. Mereka juga meneriakkan pujian kepada dewa-dewa Hindu sembari memprotes penggunaan hijab yang jadi pilihan hidup para siswi muslim (Suara.com).
Pemerintah Kartanaka dikuasai partai Nasionalis Hindu Bharatiya Janata Party (BJP) dengan pimpinan Perdana Menteri Narendra Modi mengatakan dalam sebuah perintah pada 5 Februari yang menyebutkan semua sekolah harus mengikuti aturan berpakaian yang ditetapkan oleh manajemen sekolah.
BC Nagesh, menteri pendidikan Kartanaka mengunggah perintah tersebut di Twitter. Ia mengatakan aturan berpakaian sekolah ditetapkan setelah meninjau keputusan pengadilan dari seluruh india. Dia mengatakan kepada BBC jika mendukung sekolah yang menerapkan aturan pelarangan hijab dan selendang saffron disekolah. Sebelumnya dia mengatakan kepada wartawan” mereka yang tidak mau mengikuti aturan berpakaian seragam dapat mencari pilihan yang lain.
Organisasi Kerjasama Islam (OKI) menyatakan keprihatinan atas meningkatnya “Islamofobia” di India. “serangan terus-menerus yang menargetkan Muslim dan tempat ibadah mereka, tren UU anti-Muslim baru-baru ini diberbagai Negara bagian dan meningkatya insiden kekerasan terhadap muslim dengan dalih tipis oleh kelompok “Hidutva” dengan impunitas, merupakan indikasi tren Islamofobia yang berkembang” begitu kata OKI yang dikutip Sputnik.
Menanggapi hal ini sebagai kaum muslim tentu kita tidak bisa tinggal diam melihat beberapa muslim di berbagai Negara lain mendapatkan tindakan diskriminatif yang merujuk pada Islamofobia. Tidak hanya di India Islamofobia juga kerap terjadi di berbagai Negara yang minoritas muslim telah terjadi berulang kali dan belum mendapatkan solusi yang tepat. Tidak hanya di Negara minoritas muslim, ujaran kebencian atau Islamofobia juga banyak terjadi di Negara yang mayoritas Muslim.
Perlu diketahui Islamofobia adalah bagian agenda global “perang melawan terorisme” Stigmatisasi terhadap umat Islam dan ajarannya akan terus mengarus deras, termasuk terhadap pesantren, lembaga pendidikan yang notabenenya melahirkan generasi muslim (Muslimah News.com).
Semakin kejayaan islam nampak semakin kuat para rezim pembenci Islam menyusun strategi agar Islam mengalami kehancuran. Sudah tidak dipungkiri lagi larangan hijab salah satu strategi mereka dalam menghalangi kemajuam islam dimuka bumi ini. Terlebih di Negara barat liberal-sekuler yang menempatkan agama dirana privat dan domestik dengan kecenderungan anti agama (agnotis) dan anti-tuhan (ateis) yang memiliki kebebasan untuk hidup di masyarakat dan dijamin kebebasannya” kata Prof Haedar Nashir.
Dikutip dari kanal Youtube Muslimah media Center “ Sistem kapitalis yang menjunjung tinggi liberalisme kenyataannya hanya menjadikan ummat Islam sebagai warga Negara kelas dua sebagai Negara hukum dan mencegah partisipasi penuh mereka dalam masyarakat jika mereka mematuhi kewajiban Islam. Ini menunjukkan kekeliruan Negara-negara sekuler yang dibelahan Negara manapun yang membenarkan intervensi terhadap muslim. Padahal intervensi ini hanya akan menambah api Islamofobia diberbagai Negara.
Apa yang menimpa kaum Muslimin hari ini telah jauh hari dikabarkan oleh Baginda Rasulullah SAW. Beliau bersabda:
Telah berkumpul umat-umat untuk menghadapi kalian, sebagaima orang-orang yang makan berkumpul menghadapi piringnya’. Mereka berkata : “Apakah pada saat itu kami sedikit wahai Rasulullah ? Beliau menjawab : ‘Tidak, pada saat itu kalian banyak, tetapi kalian seperti buih di lautan, dan Allah akan menghilangkan rasa takut dari dada-dada musuh kalian kepada kalian, dan Allah akan menimpakan pada hati kalian penyakit Al-Wahn’. Mereka berkata : Apakah penyakit Al-Wahn itu wahai Rasulullah?.Beliau menjawab :’Cinta dunia dan takut akan mati” (H.R. Ahmad dan Abu Daud).
Kondisi ini tidak terlepas dari tiadanya institusi islam yaitu perisai ummat yeng telah hampir satu abad lamanya semenjak Kekhilafaan terakhir Turki Utsmani berhasil dihancurkan pada tahun 1924 M. Hanya Khilafah yang mampu melindungi kaum muslim. Telah terbukti pada kejayaan Turki Utsmani yang telah berhasil melindungi kaum muslim dan menjaga kehormatannya selama berpuluh-puluhan tahun. Tentu hal ini menjadi mimpi besar kaum muslim.
Jika Khilafah kembali tegak Islamofobia tidak akan terjadi lagi. Hal ini karena pelaku ujaran kebencian Islam akan diberi hukuman yang tegas dan membuat jera. Seperti halnya pelarangan hijab bagi kaum muslim. Islam sangat menjaga kehormatan kaum Muslim terlebih kaum wanita.
Pada kepemimpinan khilafah Islam, tidak ada penzhaliman hak-hak baik bagi pria maupun wanita. Bahkan, setiap mereka mendapatkan hak-haknya secara adil sesuai dengan hukum Islam. Wanita dalam Islam dapat menjalankan perbuatan-perbuatan yang mubah, contohnya: dia dapat mewakili dirinya dan mewakilkan kepada orang lain dalam masalah wakalah, dia boleh mengembangkan hartanya dalam perdagangan, industri dan pertanian. Dia boleh menjalankan profesionalisme, dia boleh mengeluarkan fatwa, menyelesaikan konflik di tengah masyarakat, dll. Sebagai contoh, Umar bin Khatab sebagai Khalifah yang bijak telah mengangkat Syifa binti Sulaiman sebagai qadhi hisbah (salah satu jenis hakim dalam Islam).
Ini membuktikan kalau wanita boleh terlibat dalam aktivitas politik. Kesaksian wanita dapat diterima dalam berbagai masalah. Kesaksian wanita secara individu dapat diterima untuk perkara yang berkaitan dengan wanita, seperti balighnya wanita, haidnya wanita, penyusuan, kehamilan dan lain-lain. Kesimpulannya, wanita menikmati dan mendapatkan seluruh hak-haknya sebagaimana pria.
Lalu bagaimana seharusnya sikap kita sebagai seorang muslim? Dalam agama Islam kita ajarkan untuk berjuang demi tegaknya kembali Khilafah Islamiyah yang akan melanjutkan kehidupan Islam. Kehidupan yang jauh dari berbagai kedzaliman dan kebencian. Tentu kepemiminan Islam tidak akan terwujud jika kita hanya menjadi seorang penonton tanpa aksi yang nyata.
Wallahu a’lam bishawab…
(Nur Marissa)