Makassar, kananews.net – Douglas Laskowske, warga negara Amerika Serikat yang sudah delapan tahun tinggal di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan. Diwawancarai untuk kanal Youtube Berita Kota Makassar, Douglas bercerita tentang latar belakang sehingga memutuskan berada di Sulawesi Selatan (Sulsel) dan memilih Soppeng sebagai tempat untuk menetap. Ia juga menjelaskan apa yang dilakukannya selama ini.
”Saya adalah peneliti bahasa. Selama ini mengkaji bahasa Bugis sehigga bisa lancar berbahasa Bugis seperti sekarang. Ini membuat banyak orang senang, karena ada orang asing bisa bahasa Bugis,” ujarnya.
Walau berasal dari Amerika, Douglas ternyata lahir di Makassar. Tepatnya 18 Januari 1989. Ia merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan suami istri Thomas dan Kety Laskowske.
”Bapak saya dulu dosen di Unhas, dari tahun 83 sampai 91. Saya ada tiga bersaudara, semuanya laki-laki. Kakak lahir di Palu, saya dan adik saya lahir di Makassar,” tuturnya.
Darah meneliti bahasa Douglas turun dari bapaknya. Ketika aktif mengajar di Fakultas Sastra Unhas, Thomas yang merupakan pakar bahasa daerah pernah melakukan penelitian bahasa Seko. Tidak mengherankan jika kemudian Douglas mewarisi keahlian bapaknya itu.
Sepulang dari Makassar, orangtua Douglas kembali ke Amerika dengan memboyong keluarganya. Namun, mereka tidak lama di kampung halamannya itu. Keluarga ini pindah ke Filipina, karena Thomas melanjutkan penelitiannya di sana. Di negara ini pula Douglas menghabiskan sebagian besar pendidikannya.
Setamat dari SMA, Douglas seorang diri kembali ke Amerika untuk kuliah. Ia mengambil jurusan komputer untuk S-1. Setelah selesai, pria dengan tinggi hampir mencapai 2 meter ini melanjutkan pendidikannya pada jenjang S-2. Saat itulah pilihannya dijatuhkan pada jurusan yang terkait bahasa, hingga akhirnya menggeluti penelitian tentang bahasa Bugis dan kulturnya.
Delapan tahun silam, Douglas kembali ke tempat kelahirannya untuk melakukan penelitian tentang bahasa Bugis. Daerah yang dipilih adalah Kabupaten Soppeng. Ada beberapa alasan memilih daerah yang terkenal dengan kelelawarnya itu.
”Penutur bahasa Bugis di Soppeng sangat banyak. Daerah ini juga berbatasan langsung dengan kabupaten yang penduduknya berbahasa Bugis. Seperti Wajo, Bone, Sidrap. Sehingga belum terpengaruh dengan bahasa lain,” ujar Douglas.
Selain itu, yang paling berkesan bagi Douglas adalah keramahtamahan warga Soppeng. Mereka terbuka tamu, tak terkecuali warga asing seperti dirinya. Tidak salah bila Douglas jatuh hati dan memberi pengajaran bahasa Inggris untuk warga Soppeng. Termasuk bagi kalangan orangtua.
Ia lalu menyinggung salah satu videonya yang sempat viral baru-baru ini. Douglas berbincang dengan seorang perempuan menggunakan bahasa Bugis. Mereka membahas tentang kepulangan Douglas ke Amerika. Memang, Douglas baru kembali dari Negeri Paman Sam itu sebulan yang lalu. Ia berada di sana selama tiga bulan.
Karena kecintaannya terhadap bahasa Bugis, oleh seorang tokoh di Soppeng, Douglas kemudian diberi nama Bugis Andi Makkuraga. Latar belakang pendidikan S-1 dan S-2 Douglas kemudian dikolaborasikan dalam sebuah karya. Ia telah membuat kamus yang berisi kosakata Bugis, lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Kamus tersebut dibuat dalam bentuk aplikasi daring dan kini dapat diakses melalui Google Playstore.
Dari pantauan BKM, tercatat sudah ada 10.000 kosa kata bahasa Bugis di aplikasi tersebut. Lengkap dengan penjelasan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Dalam penelitian yang dilakukannya, Douglas memaparkan perbandingan bahasa Bugis yang dilakukannya dengan dua tema, yaitu perbedaan kosakata pada beberapa daerah dan tingkat pemahaman antardaerah tersebut.
Lalu apa harapannya terkait penelitiannya tentang bahasa Bugis, Douglas menjawabnya dengan cukup antusias. Kata dia, Bahasa itu indah. Makanya saya tertarik dengan dunia bahasa. Apalagi bahasa Bugis yang masih kurang diteliti. Harapan ke depan, saya mau melengkapi penyusunan kamus bahasa Bugis, Indonesia dan Inggris yang saat ini saya kerjakan.
Di akhir wawancara, ia berpesan kepada orangtua untuk tidak malu mengajarkan bahasa Bugis kepada anak-anaknya. Kata dia, jangan sampai bahasa Bugis punah. Ini adalah warisan masyarakat Bugis yang tidak boleh hilang.